Dunia penuh candaan, kita tertawa lepas dikira gila, tertawa seandanya dikira pura-pura
Aku lupa bahwa keadaan itu menyulitkanku untuk berpikir lebih dalam. Situasi yang kacau tak mampu memberi keheningan dan kejernihan menelaah segala peristiwa. Aku merindukan ketenangan dan jauh dari hiruk-pikuk aktivitas manusia. Aku ingin menyendiri dan merungkan hidup ini. Langkah telah melintasi waktu dan tempat yang berbeda, merindukan suasana baru tapi bukan pindah provinsi, saya ingin menatap di sini, ya saya ingin di pulau ini saja tapi di tempat yang berbeda dengan suasana dan orang yang berbeda pula. Tapi tak mungkin itu bisa kulakukan, aku punya tanggungan dan punya tanggung jawab baik dalam pekerjaan maupun orang terdekat. Jika bisa kuabaikan itu semua tentu alangkah indahnya tapi itu menyita hati nuraniku.
Aku telah melakukan banyak hal untuk merubah hidup tapi seolah-olah tak ada perubahan satu pun. Beradu nasib dengan orang lain yang sebaya bahkan lebih tua. Tapi apa boleh buat, seolah-olah semuanya berlalu bersama waktu tanpa hasil. Hanya pembelajaran yang tersisa mengobati perjuangan dan letih selama tiga tahun terakhir.
Apakah indah hari esok? Mungkin tahun depan? Suara itu selalu menggugah hati untuk menjawab. Namun, tidak ada jawaban, hanya usaha yang seadanya kulakukan untuk mengisi kehampaan. Tidak heran pekerjaan yang ku geluti sekarang sia-sia. Lelah itu hasilnya, bukan semangat melainkan berserah. Berulangkali aku mengingatkan diriku sendiri tapi entah mengapa alarm itu melaju cepat.
Apakah aku harus hidup seperti ini untuk tahun berikutnya? Mungkin ada perubahan jika anugerah itu berpihak tapi jika tidak akan ku nikmati meskipun harus berdarah-darah. Banyak video, artikel dan buku-buku telah ku baca tentang perjuangan tapi tidak satu pun sealiran dengan perjalanan hidupku.
Seorang teman pernah mengingatkan bahwa kita menjalani hidup ini harus realistis, idealis menjebak dan membunuh kita secara perlahan. Dunia ini sangat realistis maka kita harus menjalani dengan mata terbuka, bukan dengan sekumpulan angan. Dunia ini indah bagi orang berkuasa dan beruang untuk melombakan ide mereka. Bagi kita yang berada pada kelas sosial dan ekonomi menengah ke bawah sangat melelahkan untuk menaikkan derajat. Lebih menyakitkan lagi hanya satu dari sepuluh orang yang bisa mengangkat derajatnya, itu pun segala rasa kekecewaan dan sakit telah terkecap.
Renungankanlah betapa melelahkan mengejar yang tidak kita punya sampai kita lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Dunia penuh candaan, kita tertawa lepas dikira gila, tertawa seandanya dikira pura-pura dan bertopeng. Sangat menyakitkan bukan? Ya, begitu dunia bekerja. Jangan menyalahkan siapa pun, terima dan syukuri saja. Memberontak pun tak ada gunanya yang pada akhirnya menyalahkan diri sendiri.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur tapi semangat yang patah mengerikan tulang. Memperbaiki hati dan melampangkan dada seluas mungkin supaya bisa menerima yang terjadi.
0 Comments